TRADISI TUNU PANROLI DI ADAT SUKU KAJANG TANA TOA
Tradisi merupakan warisan turun-temurun yang diwariskan oleh nenek moyang kepada penerusnya untuk selalu dijaga dan jilankan. Tradisi juga menjadi identitas suatu daerah atau wilayah serta menjadi penanda yang membedakan antara wilayah atau daerah dengan wilayah atau daerah yang lainnya.
Tradisi adalah bagian dari jati diri bangsa dan bernegara.olehnya itu,tradisi harus dan tetap dilestarikan dengan pedoman sebagai kekayaan budaya bangsa dan negara.
Setiap wilayah di nusantara ini,pastilah memiliki adat dan budaya masing-masing yang berupa tradisi tiap daerah untuk tetap harus dijunjung dan dihormati. Tradisi yang berupa budaya di tiap daerah dengan wajah yang berbeda-beda adalah khasanah nusantara yang kaya.salah satu adat budaya yang dinamakan tradisi pun juga dimiliki oleh sebuah suku yang ada di wilayah kabupaten bulukumba sulawesi-selatan, yakni suku kajang.
Suku Kajang Tana Toa adalah suku di Daerah Kabupaten Bulukumba, tepatnya di Sulawesi Selatan. Suku Kajang Tana Toa ini merupakan salah satu diantara ribuan suku yang ada di indonesia yang masih memegang erat adat istiadat daerahnya,tradisi dan budaya.
Daerah dengan sebutan Tana Toa ini,memiliki beberapa tradisi unik yang berupa ritual yang sulit diterima akal logika manusia. Tradisi inilah juga menjadi penanda bedanya suku ini dengan suku daerah lain dan hal ini pula menjadikannya sebagai salahsatu kearifan lokal di kabupaten Bulukumba.
Salah satu tradisi yang paling terkenal terkenal di Suku Kajang Tana Toa selain "Doti" dan tradisi lainnya adalah "Tradisi Tunu Panroli"-Tradisi Bakar Linggis, yang biasanya tradisi ini dilaksanakan apabila telah terjadi kehilangan atau pencurian dikawasan adat.
Tatacara Tunu Panroli ini sendiri memiliki tahapan tertentu yang harus dijalankan. Mulai dari Proses Awal hingga Akhir. Seperti, Panroli (linggis) di Baca-bacai atau diberikan mantra lalu dibakar sampai Merah Membara, kemudian orang yang dicurigai Bersalah atau Si Pelaku, harus memegang/ataupun menginjak linggis tersebut dan jika ia tidak merasakan apa-apa setelah memegang/menginjak linggisnya, berarti ia dinyatakan tidak bersalah dan sebaliknya jika ia merasakan panas, maka dialah pelakunya, dan secara langsung akan dilakukan tindakan hukum adat yang langsung diperintahi oleh Ammatoa sebagai Kepala Suku.
Namun jika pelaku tidak ditemukan ketika prosesi bakar linggis berlangsung makan langka berikutnya adalah pelaku akan sgera terken sangsi musibah atau dengan kata lain,pelakuakan mendapatkan ganjarannya dari atas perbuatannya (kena hukum adat sesuai ketentuan).
Nah orang yang membakar Linggisnya pun tidak sembarang orang, ia adalah masayarakat Suku Kajang yang memang telah ahli dan pawai dalam melakukan kegiatan membakar linggis ini, ia disebut dengan julukan "PA-TUNU PANROLI". Kilabi Journal.
Semoga artikel ini dapat bermanfaat dan bisa menjadi tambahan literasi yang bagi kita semua tentang Tradisi Tunu Panroli di Adat Suku Kajang Tana Toa sehingga selalu dapat memiliki pemahaman akan budaya nusantara secara luasnya dan tentang adat dan istiadat serta tradisi adat khususnya wilayah suku kajang tana toa yang ada di bulukumba.
Salam budaya dan tetap lestarikan alam raya dan adat istiadat demi kelangsungan umat manusia yang bermartabat,aamiin.
Posting Komentar untuk "TRADISI TUNU PANROLI DI ADAT SUKU KAJANG TANA TOA"